Misericordia Child & Family Development Center

Misericordia Child & Family Development Center

Wednesday, July 31, 2013

Mengenal Rasa Takut dan Gelisah pada Anak

Oleh. Yuria Ekalitani


Orang dewasa pada umumnya pernah mengalami rasa takut dan gelisah. Begitupula dengan anak-anak. Terkadang orang dewasa menyikapi hal ini menjadi sesuatu hal yang harus dijauhkan dari anak-anak. Sebenarnya, perasaan gelisah dan takut bukan hanya normal dialami oleh anak-anak, tetapi juga diperlukan bagi mereka asalkan masih dalam taraf normal. Mengapa demikian?Perasaan gelisah dan takut, pada dasarnya dapat menjadi sarana bagi anak-anak dalam menyiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai pengalaman dan situasi yang menantang dalam kehidupan mereka. Perasaan gelisah dan takut itu sendiri di kalangan anak-anak akan berubah seiring dengan bertambahnya usia anak bahkan bisa begitu saja lenyap seiring dengan perkembangan usianya.

Ada beberapa macam perasaan takut yang secara khas dimiliki oleh anak-anak antara lain takut kegelapan, takut melihat darah, takut pada hewan-hewan tertentu atau takut sendirian. Sementara itu kegelisahan yang biasanya terjadi pada anak-anak antara lain kegelisahan yang dirasakan pada saat mulai masuk sekolah, saat tidak mengerjakan PR. Walaupun demikian, perasaan gelisah dan takut yang berkepanjangan dapat membawa dampak psikologis yang cukup serius bagi diri anak. Perasaan gelisah yang terkait dengan penolakkan sosial maupun bencana alam, umpamanya, dapat menjadi semacam trauma bagi anak sehingga yang bersangkutan gagal mempelajari sejumlah keterampilan sosial yang penting.  Takut dan gelisah yang dialami anak bahwasanya berakar dari emosi. Sebenarnya, emosi anak akan sangat membantu orang tua dan pendidik dalam memberi stimulasi atau rangsangan emosi yang tepat bagi anak. Akan tetapi, keterbatasan pemahaman emosi anak sering kali menimbulkan ketidaktepatan orang dewasa dalam merespon emosi anak. Kondisi ini dapat mengakibatkan munculnya permasalahan baru dalam aspek emosi. Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau menggangu aktivitas motorik dan mental anak. Seseorang anak yang mengambil stres atau ketakutan menghadap uuatu situasi dapat menghambat anak untuk meakukan aktivitas misalnya menolak bermain finger painting (melukis dengaan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Hal demikian menyebabkan anak kehilangan keberanian untuk mencoba dan kesempatan pengembangan dirinya terlambat. Sehingga ketidakmampuan anak dalam mengenali emosi dan mengelola emosinya menunjukan kecenderungan anak berkercerdasan emosi rendah sehingga menghambat anak dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Kondisi ini memungkinkan penggunaan kriteria penyesuaian diri sebagai patokan dalam menentukan permasalahan anak. Kriteria ini menekankan pada kriteria umum untuk melihat apakah individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Biasanya merujuk pada perilaku yang di anggap meresahkan bahkan mengganggu perkembangan diri sendiri atau lingkungan sekitar seperti perilaku agresif, berbohong atau kecemasan terus menerus.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang cermat dari orang dewasa untuk mengamati persaan takut dan gelisah yang dirasakan oleh anak sebagai salah satu emosi yang dirasakan oleh anak. Bahkan apabila perasaan gelisah dan takut itu mencerminkan masalah yang lebih serius maka diperlukan penanganan dari pihak luar seperti konselor khusus, psikiater maupun psikolog.




No comments:

Post a Comment