Misericordia Child & Family Development Center

Misericordia Child & Family Development Center

Wednesday, July 31, 2013

Terapi PECS untuk Komunikasi Anak Autis

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).Di Indonesia sendiri, tidak sedikit anak mengalami gangguan ini. Meski demikian, sebagai orangtua maupun pendamping anak autis tidak perlu terlalu cemas karena sudah banyak ditemukan terapi-terapi untuk anak-anak dengan autisme ini. Salah satunya adalah terapi dengan menggunakan Picture Exchange Communication System (PECS). Terapi menggunakan PECS memiliki nilai lebih tersendiri. PECS memberi pengajaran pada anak untuk memulai inisiatif berkomunikasi.

Format latihan PECS dilakukan antara guru/orang tua dan murid dengan menempatkan di atas meja suatu gambar obyek yang diinginkan anak. Bantuan fisik (bukan bantuan verbal) oleh pihak ketiga menunjukkan bahwa anak bisa mendapatkan obyek yang diinginkannya dengan cara yang diharapkan guru/orang tua. Pertukaran gambar dilakukan baik dalam format latihan yang banyak (mass trial) dan di lingkungan alami anak. Bila anak mampu menguasai pertukaran secara mandiri, maka guru/orang tua akan memperluas jarak dan tidak lagi dilakukan di atas meja secara berhadapan. Kontak mata merupakan prasyarat dalam melakukan pertukaran gambar dengan obyek yang diinginkan anak. Verbalisasi dari obyek yang diinginkan anak dilakukan oleh guru/orang tua sebagai bagian dari pertukaran. Latihan terus dikembangkan dengancara seperti ini hingga anak mampu membuat kalimat dengan gambar secara lengkap dan menunjukkan inisiatif 'berkomunikasi' (menukar strip kalimat) dengan guru/orang tua. Dalam prosesnya kemudian, sebuah buku yang berisi gambar 'kosa kata' fungsional diciptakan untuk anak. Buku ini harus selalu ada dalam setiap kesempatan dan situasi-situasi sehari-hari anak. Salah satu manfaat penting kemudian adalah, PECS menawarkan peluang yang terbuka bagi anak untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang sering mereka temui.


Bagi orangtua maupun terapis yang membutuhkan alat bantu komunikasi untuk anak, 
Misericordia CFDC menyediakan : buku komunikasi, kartu yang diadaptasi dari kebutuhan anak serta petunjuk pelaksanaan tiap fase.

Anda juga bisa mendapatkan alat PECS secara lengkap bersama Modul dari Lory Frost, M.S, CCC-SLP,  dan Andy Bondy, Ph.D melalui : http://www.pecsproducts.com/catalog/





Berkomunikasi dengan Anak

Oleh. Yuria Ekalitani

Berkomunikasi dengan anak tampaknya merupakan hal sepele yang dapat dilakukan oleh orang tua. Akan tetapi hal yang sepele ini justru terkadang sangat sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hitung saja waktu yang Bapak atau Ibu sediakan untuk ngobrol atau berbincang-bincang dengan anak membicarakan topik tertentu.Bisa jadi dalam 24 jam ( 1 hari ), rata-rata waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan anak hanya sewaktu anak akan berangkat sekolah dan saat makan bersama. Selebihnya orang tua sibuk dengan urusannya masing-masing bahkan terkadang sudah terlalu lelah untuk meluangkan waktu berkomunikasi dengan anak karena beratnya pekerjaan. Maka tidak heran apabila banyak orang tua yang datang kepada saya dan bertanya mengapa anaknya tidak bisa diberitahu apabila nakal atau mengapa anaknya selalu menutup telinga saat dinasihati.
Banyak kalangan percaya, komunikasi antara orangtua dan anak menjadi salah satu kunci menciptakan anak yang bahagia dan mandiri. Komunikasi antara orang tua dan anak ini harus mendukung adanya saling pengertian. Pada gilirannya komunikasi antara orangtua dan anak akan menjadi model bagi anak untuk menerapkannya pada hubungan di lingkungan di luar keluarganya. Komunikasi yang anda lakukan dengan anak anda tidaklah harus lama dan bertele-tele. Yang penting adalah kualitas dan kesinambungannya. Setiap pesan yang disampaikan hendaknya jelas sejalan dengan gerak tubuh, bahasa tubuh serta nada bicara anda. Dengan membiasakan berkomunikasi dengan anak akan mebuatnya belajar bersikap terbuka dan pada akhirnya ikut memberi kontribusi bagi terciptanya hubungan yang hangat antara anda dengan anak. Selamat meluangkan waktu.




Membaca Label Makanan dengan Cerdas

Oleh. Dr. Fajar Wahyu Pribadi
*Dokter, dosen Universitas Jenderal Soedirman, konsultan di Misericordia CFDC

Ukuran Sajian (Serving Size): Ukuran sajian akan menunjukkan ukuran porsi atau sajian yang direkomendasikan. Jika Anda tidak terbiasa mengukur atau menimbang makanan, ukurlah porsi makanan Anda sampai dengan ukuran porsi standar. Jika Anda makan lebih atau kurang dari ukuran porsi yang direkomendasikan, maka informasi pada label nutrisi harus disesuaikan untuk mengetahui jumlah nutrisi yang Anda konsumsi (misalnya, jika Anda makan 2 kali lipat dari porsi standar, semua nilai gizi harus dikalikan 2).

Kalori (Calories): Kalori menunjukkan ukuran berapa banyak energi yang Anda dapatkan dari satu porsi makanan. Ingat bahwa jumlah porsi yang Anda konsumsi menentukan jumlah kalori yang Anda makan. Misalnya, jika Anda konsumsi 2 porsi makanan, berarti Anda konsumsi kalori 2 kali lipat dari jumlah kalori per porsi yang tercantum di label nutrisi. Salah satu ukuran yang bisa Anda jadikan dasar untuk menilai suatu produk makanan itu tinggi kalori antara lain sebagai berikut:
40 kalori = rendah
100 kalori = sedang
400 kalori atau lebih = tinggi

Kalori dari lemak (Calories from Fat): Kalori dari lemak menunjukkan berapa banyak kalori dari makanan yang berasal dari lemak. Setiap gram lemak bernilai 9 kalori. Tidak lebih dari 30% dari kalori Anda dalam sehari yang berasal dari lemak. Jadi sebaiknya Anda konsumsi maksimum 3 gram lemak atau 30 kalori lemak per 100 kalori makanan.

Total lemak (Total Fat): Jumlah lemak total menunjukkan berapa banyak lemak baik itu lemak baik (lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda) dan lemak buruk (lemak jenuh dan trans) dalam makanan. Optimalnya konsumsi lemak tidak lebih dari 3 gram per 100 kalori. Ketika membandingkan produk makanan, lihat jumlah lemak total, lemak jenuh dan kalorinya dalam tiap sajian. Pilihlah yang paling sedikit.

Lemak jenuh (Saturated Fat): Lemak jahat atau lemak jenuh ditemukan dalam berbagai makanan seeprti mentega, margarin, lemak dari daging sapi dan babi, susu full cream, telur, kelapa dan minyak kelapa serta makanan cepat saji. Sebaiknya hindari atau batasi makanan yang mengandung lemak jenuh. Asupan harian lemak jenis ini sebaiknya tidak lebih dari 10% dari asupan kalori Anda dalam sehari (kurang dari 1 gram per 100 kalori).

Lemak trans (Trans Fat): Lemak trans yang juga termasuk lemak jahat terbentuk selama proses memasak dan / atau pengolahan. Lemak ini cukup sering ditemukan dalam produk makanan komersial dan harus dihindari dalam diet.

Kolesterol (Cholesterol): Jumlah kolesterol menunjukkan berapa banyak kolesterol total, yang terdiri atas kolesterol baik (HDL) dan kolesterol jahat (LDL) dalam tiap sajian. Sebaiknya konsumsinya tidak lebih dari 300 mg per hari. Pilih produk yang jumlah kolesterolnya paling sedikit.

Natrium (Sodium): Jumlah natrium dalam tiap porsi. Sebaiknya konsumsinya tidak lebih dari 2.400 mg per hari. Pilih produk yang jumlah natriumnya paling sedikit.
Karbohidrat (Carbohydrate): Jumlah karbohidrat dalam makanan, termasuk karbohidrat sederhana dan gula, karbohidrat kompleks dan serat. Ketika makanan mengandung karbohidrat, akan lebih baik jika karbohidrat tersebut mengandung banyak serat.

Serat (Dietary Fiber): Berapa banyak serat dalam satu porsi. Ini ditemukan dalam karbohidrat kompleks seperti gandum dan biji-bijian, buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan. Cobalah untuk konsumsi serat 20 dan 35 gram per hari. Semakin tinggi kandungan serat dari suatu produk makanan, semakin rendah kadar gulanya.

Gula (Sugar): Jumlah gram karbohidrat per porsi yang khusus terdiri dari gula. Cara terbaik adalah dengan memilih kadar gula yang paling rendah. Saat melihat total karbohidrat, semakin dekat nilai gram gula dengan nilai total gram karbohidrat, semakin sedikit seratnya, yang artinya rasa kenyang akan semakin sedikit.

Protein: Berapa gram protein dalam satu porsi. Menjaga keseimbangan protein, karbohidrat dan lemak dalam makanan sangat dianjurkan. Jika makanan yang dipilih tidak mengandung protein, coba tambahkan makanan lain yang mengandung protein.

% AKG (Daily Values): Menunjukkan persentase angka kecukupan gizi harian Anda dari produk makanan tersebut. Namun yang perlu dicatat adalah hal ini didasarkan pada diet 2.000 kalori. Secara umum, nilai sebesar 5% dianggap rendah dan nilai 20% dianggap tinggi.

Vitamin dan Mineral: Berapa banyak vitamin dan mineral dalam tiap porsi. Anda harus mencapai 100% untuk semua vitamin dan mineral yang dibutuhkan. Untuk memastikan Anda mendapatkan asupan yang dibutuhkan sehari-hari, Anda bisa konsumsi multivitamin.

Jumlah yang Dianjurkan (Recommended Amounts): Jumlah harian yang direkomendasikan untuk setiap zat gizi untuk diet 2.000 kalori dan 2.500 kalori. Jika Anda perlu mengkonsumsi lebih banyak atau kurang dari 2.000 atau 2.500 kalori per hari untuk menjaga berat badan yang sehat, jumlah yang direkomendasikan untuk lemak, karbohidrat dan protein juga akan berubah.

Kalori per gram (Calories per Gram): Menunjukkan jumlah kalori yang terkandung dalam tiap makronutrien (lemak, karbohidrat dan protein). Dan sebaiknya pilih makanan yang seimbang, mengandung semua nutrisi.

Mengenal Rasa Takut dan Gelisah pada Anak

Oleh. Yuria Ekalitani


Orang dewasa pada umumnya pernah mengalami rasa takut dan gelisah. Begitupula dengan anak-anak. Terkadang orang dewasa menyikapi hal ini menjadi sesuatu hal yang harus dijauhkan dari anak-anak. Sebenarnya, perasaan gelisah dan takut bukan hanya normal dialami oleh anak-anak, tetapi juga diperlukan bagi mereka asalkan masih dalam taraf normal. Mengapa demikian?Perasaan gelisah dan takut, pada dasarnya dapat menjadi sarana bagi anak-anak dalam menyiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai pengalaman dan situasi yang menantang dalam kehidupan mereka. Perasaan gelisah dan takut itu sendiri di kalangan anak-anak akan berubah seiring dengan bertambahnya usia anak bahkan bisa begitu saja lenyap seiring dengan perkembangan usianya.

Ada beberapa macam perasaan takut yang secara khas dimiliki oleh anak-anak antara lain takut kegelapan, takut melihat darah, takut pada hewan-hewan tertentu atau takut sendirian. Sementara itu kegelisahan yang biasanya terjadi pada anak-anak antara lain kegelisahan yang dirasakan pada saat mulai masuk sekolah, saat tidak mengerjakan PR. Walaupun demikian, perasaan gelisah dan takut yang berkepanjangan dapat membawa dampak psikologis yang cukup serius bagi diri anak. Perasaan gelisah yang terkait dengan penolakkan sosial maupun bencana alam, umpamanya, dapat menjadi semacam trauma bagi anak sehingga yang bersangkutan gagal mempelajari sejumlah keterampilan sosial yang penting.  Takut dan gelisah yang dialami anak bahwasanya berakar dari emosi. Sebenarnya, emosi anak akan sangat membantu orang tua dan pendidik dalam memberi stimulasi atau rangsangan emosi yang tepat bagi anak. Akan tetapi, keterbatasan pemahaman emosi anak sering kali menimbulkan ketidaktepatan orang dewasa dalam merespon emosi anak. Kondisi ini dapat mengakibatkan munculnya permasalahan baru dalam aspek emosi. Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau menggangu aktivitas motorik dan mental anak. Seseorang anak yang mengambil stres atau ketakutan menghadap uuatu situasi dapat menghambat anak untuk meakukan aktivitas misalnya menolak bermain finger painting (melukis dengaan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Hal demikian menyebabkan anak kehilangan keberanian untuk mencoba dan kesempatan pengembangan dirinya terlambat. Sehingga ketidakmampuan anak dalam mengenali emosi dan mengelola emosinya menunjukan kecenderungan anak berkercerdasan emosi rendah sehingga menghambat anak dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Kondisi ini memungkinkan penggunaan kriteria penyesuaian diri sebagai patokan dalam menentukan permasalahan anak. Kriteria ini menekankan pada kriteria umum untuk melihat apakah individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Biasanya merujuk pada perilaku yang di anggap meresahkan bahkan mengganggu perkembangan diri sendiri atau lingkungan sekitar seperti perilaku agresif, berbohong atau kecemasan terus menerus.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang cermat dari orang dewasa untuk mengamati persaan takut dan gelisah yang dirasakan oleh anak sebagai salah satu emosi yang dirasakan oleh anak. Bahkan apabila perasaan gelisah dan takut itu mencerminkan masalah yang lebih serius maka diperlukan penanganan dari pihak luar seperti konselor khusus, psikiater maupun psikolog.




Tuesday, July 30, 2013

Terapi Perilaku

SEJARAH PERKEMBANGAN TERAPI PERILAKU

Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon. Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.

Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa, terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical dan operant conditioning. 

Tujuan:
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;

  • Meningkatkan perilaku, atau
  • Menurunkan perilaku
  • Meningkatkan perilaku:
  • Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku
  • Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi
  • Mengurangi perilaku:
  • Punishment: memberi stimulus aversi
  • Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer
  • Extinction: menahan reinforcer
Teori dasar Metode Terapi Perilaku

  • Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
  • Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning)
  • Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.

Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. .

Bentuk bentuk terapi Perilaku

1.  Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.
Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya.
 Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.

2.  Exposure and Response Prevention (ERP),  untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.
Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya.  Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran.  Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.

3. Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.
Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab).
Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.

4. Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka.  Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ),  pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi. 
Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.

Tehnik Terapi: 
  1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
  2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
  3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
  4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
  5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.

5. Latihan relaksasi 
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.

6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran.

  • Attention to the model.
  • Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
  •  Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
  • Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
  • Reinforcement. 
7.Latihan Asertif 
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
  1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
  2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
  3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
  4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Prosedur:  
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.

8. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.

Efek-efek samping:

  • Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir.
  • Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
  • Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
9. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.

Perkuatan positif (Reinforcement), adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.

Penyusunan Jadwal Reinforcement
Jadwal reinforcement adalah pola untuk menguatkan perilaku melalui jadwal, waktu dan respon perilaku yang tampak, ada 2 cara yaitu : 
1.      Jadwal reinforcement interval : Pemberian penguatan untuk perilaku yang telah dibentuk dalam periode waktu tertentu.
a)      Jadwal interval tetap : pemberian penguatan berdasarkan waktu yang stabil/tetap.
Contoh : setiap 30 menit, hari, minggu, bulan dsb.
Karakteristik : perilaku yang diinginkan meningkat sebelum akhir interval dan akan menurun setelah diberi reinforcement, ada kecenderungan meningkat secara bertahap sampai akhir interval.
b)      Jadwal interval variasi : pemberian penguatan dengan jarak waktu yang bervariasi. Contoh : 10 menit, 35 menit, 3 jam dst.
Karakteristik : menghasilkan pembentukan perilaku yang tinggi dapat menurunkan perilaku secara bertahap.

2.      Jadwal reinforcement penampilan (performance)
Mengacu pada sejumlah perilaku yang ditampilkan diantara reinforcement yang diberikan. 
a)      Jadwal rasio tetap (fixed ratio) : membutuhkan sejumlah perilaku klien yang diharapkan untuk setiap kali reinforcement
contoh : setiap 5 perilaku yg ditampilkan akan diberikan 1 kali reinforcement
Karakteristik : penampilan perilaku akan berkembang cepat dan relatif stabil
b)      Jadwal rasio variasi (variabel ratio) : pemberian reinforcement untuk sejumlah perilaku yang banyaknya bervariasi.
contoh : reinforcement diberikan setelah 3,7, 9, 15 perilaku yg ditampilkan
karakteristik : membentuk perilaku yg tinggi, perkembangannya kurang cepat, tingkat stabilitas tinggi

Pemilihan jadwal reinforcement tergantung pada: 
1. Berat ringannya masalah : masalah yang mengancam dapat disusun jadwal ratio tetap dengan jarak yang kecil dan secara bertahap (rasio variasi).
2. Lamanya perilaku tersebut diperlukan : jika perilaku hanya perlu dilakukan di RS dapat digunakan jadwal interval tetap dengan jarak interval pendek dan interval variasi
3. Usia klien : pada anak-anak perubahan atau pembentukan perilaku lebih cepat menggunakan jadual rasio, interval tetap dan variasi
4. Jumlah orang yang terlibat : secara umum membutuhkan lebih banyak orang karena perilaku yang ditampilkan dihitung.

Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.

Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.

Penghapusan, adalah dengan landasan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belajar untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan.

Modeling, metodenya dengan mengamati seorang  kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.  Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.

Manfaat Terapi Perilaku
Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku. Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.

References :

  • Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi,  Refika Aditama, 2009, Bandung
  • Michel Hersen, Encyclopedia of Psychotherapy, Pacific University, Forest Grove, Oregon. AP
  • Windy Dryden, Developments  in  Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006, London
  • John and Rita Sommers,  Counseling and Psychotherapy theories in context and practice, John Wiley & Sons, Inc, 2004, New Jersey.